Korea Selatan saat ini sedang dihadapkan polemik cukup serius terkait regulasi mata uang virtual dan perdebatan mengenai pasar real estate. Pemerintah dan partai korea selatan berselisih bagaimana pendekatan yang baik untuk regulasi tersebut, sementara investor di Korea Selatan saat ini berjuang untuk melindungi investasi mereka di tengah harga fluktuatif.
Selisih Paham Tentang Mata Uang Virtual
Perselisihan antara pemerintah dan partai demokrat di Korea Selatan mencapai puncak terkait investasi mata uang virtual. Otoritas keuangan Korea Selatan menyatakan pandangan skeptisnya dan berpendapat mata uang virtual itu adalah “aset spekulatif” yang tidak bisa dilindungi.
Di sisi lain berbeda dengan otoritas keuangan Korsel, Partai Demokrat menganjurkan untuk membuat UU khusus terkait mata uang virtual dan bagaimana perlindungannya untuk investor. Dilansir media Chosun, Ketua Komisi Jasa Keuangan memberi pernyataan kontroversi dengan kemungkinan menutup semua mata uang virtual pada bulan September.
Mendengar pernyataan itu, investor Generasi Z (GEN-Z) mengeluarkan petisi dan protes serta anggota parlemen Korea Selatan di Partai Demokrat mengeluarkan kritik dengan menyebut itu sebagai ‘penindasan pada abad ke-21.’
Di tengah kisruh tersebut, menurut laporan dari Chosun, saat ini bursa mata uang virtual terbesar kedua di Korea Selatan sedang diselidiki terkait dugaan penipuan, sehingga memperpanjang perselisihan tersebut.
Perdebatan Regulasi Real Estate
Sementara itu, masalah real estate, di dalam Partai Demokrat Korea Selatan berdebat terkait regulasi real estate yang menimbulkan perselisihan. Sebagian anggota mendukung pendekatan dengan “melonggarkan aturan”, sementara anggota yang lain bersikeras agar regulasi saat ini dipertahankan.
Dalam laporan Chosun, tercatat harga transaksi apartemen di Seoul meningkat drastis dari 600 Juta Won menjadi 1,1 Miliar Won di era pemerintahan Moon. Hal itula yang menjadi fokus dalam perdebatan itu.
Dilaporkan pemerintah Korea Selatan dituding telah menaikkan harga dan berlakukan pajak tinggi yang menyebabkan ketidakpuasan di masyarakat. Namun partai yang berkuasa saat ini, Partai Demokrat tidak memberi solusi yang jelas dan memperparah dengan perselisihan regulasi yang ada.
Meskipun terjadi perdebatan dan perselisihan paham, mata uang virtual dan real estate menjadi produk investasi yang tidak bisa diabaikan. Apalagi mata uang virtual yang berhubungan erat dengan teknologi blockchain.
Negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman telah melakukan langkah untuk integrasikan mata uang virtual ke dalam sistem keuangan mereka dengan fokus utam perlindungan pengguna dan pencegahan kegiatan illegal.
Di Negara Indonesia seharusnya bisa mengadopsi hal tersebut agar sistem keuangan dapat dilakukan transparan dan terdesentralisasi dengan memperhatikan juga bagaimana keamanan pada teknologi blockchain yang digunakan.