Hariankripto.id – Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (OFAC) Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada 8 individu dan 2 entitas terkait dengan jaringan kripto di Korea Utara.
Today, Treasury’s Office of Foreign Assets Control took decisive sanctions action against North Korean cybercrime and IT worker fraud that the regime uses to fund its weapons of mass destruction and ballistic missile programs. Over the past three years, North Korea-affiliated…
— Treasury Department (@USTreasury) November 4, 2025
Jaringan ini diduga telah mencuci lebih dari $3 miliar menggunakan mata uang kripto dan dana peretasan dari pekerja IT. Dana tersebut untuk mendanai program nuklir dan rudal dari Korea Utara.
Pernyataan Dari Pemerintah AS
John K. Hurley yang merupakan Sekretaris Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan AS menyatakan bahwa “Peretas yang Korea Utara dukung tersebut mencuri dan mencuci uang untuk mendanai program senjata nuklir.” Menurutnya, aksi ini langsung mengancam keamanan Amerika Serikat dan global.
Pemerintah AS akan terus mengejar pihak-pihak yang memfasilitasi jaringan ini untuk memutuskan aliran pendapatan ilegal yang mendukung Korea Utara.
Bankir Korea Utara yang Terkena Sanksi
OFAC menuduh bahwa dua bankir asal Korea Utara, yaitu Jang Kuk Chol dan Ho Jong Son telah membantu mengelola dana untuk program nuklir dari hasil pencucian uang yang mereka lakukan.
Pencucian uang yang mereka lakukan sebanyak $5,3 juta dalam bentuk kriptokurensi atas nama First Credit Bank. OFAC menetapkan aktivitas dari dua entitas tersebut sebagai aktivitas ilegal.
Intelijen AS menemukan sebagian dari dana tersebut terhubung dengan aktor ransomware Korea Utara yang sebelumnya menargetkan korban di AS serta menangani pendapatan dari pekerja IT Korea Utara.
Sanksi terhadap Jang Kuk Chol dan Ho Jong Son dijatuhkan berdasarkan Perintah Eksekutif (E.O.) 13694. (E.O.) 13694 memberikan wewenang kepada pemerintah AS untuk mengenakan sanksi terhadap individu atau entitas yang terlibat dalam kegiatan siber yang merugikan keamanan nasional AS, kebijakan luar negeri, atau ekonomi AS.
Selain itu terdapat sanksi lainnya juga berdasarkan Perintah Eksekutif (E.O.) 13810. (E.O.) 13810 berbunyi penetapan sanksi terhadap siapa pun yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah Korea Utara atau partai berkuasanya.
Dampak sanksi ini adalah pembekuan aset , pemutusan akses mereka ke sistem keuangan global, dan memberi sinyal kepada mitra internasional untuk menghindari transaksi dengan mereka.
Entitas Korea Utara di China dan Rusia Juga Terkena Sanksi
Selain kedua orang tersebut, OFAC juga menargetkan Ryujong Credit Bank yang beroperasi di sektor layanan keuangan Korea Utara. Bukan hanya Ryujong Credit bank, mereka juga menargetkan lima perwakilan Korea Utara yang berada di China dan Rusia.
Berdasarkan tuduhan OFAC, mereka juga ikut memfasilitasi transaksi ilegal yang bernilai jutaan dolar untuk bank-bank yang terkait dengan Pyongyang.
Ho Yong Chol, salah satu yang terlibat, ikut memfasilitasi transaksi lebih dari $2,5 juta. Transaksi $2,5 juta dalam bentuk mata uang dolar AS dan yuan China untuk Korea Daesong Bank. Ia juga mengelola transaksi senilai $85 juta untuk entitas pemerintah Korea Utara.
Today, OFAC designated several North Korean individuals and entities involved in laundering cybercrime proceeds and IT worker funds, including Korea Mangyongdae Computer Technology Corporation and 54 digital currency addresses linked to North Korean bank, Cheil Credit Bank, which…
— Chainalysis (@chainalysis) November 4, 2025
Selain itu, ada juga Han Hong Gil yang telah mengkoordinasikan lebih dari $630.000 dalam transfer lintas negara untuk Ryugyong Commercial Bank. Han Hong Gil merupakan seorang karyawan Koryo Commercial Bank yang juga terkena sanksi oleh OFAC.
Jong Sung Hyok, Choe Chun Pom dan Ri Jin Hyok, juga turut terkena sanksi menurut laporan. Mereka terlibat dalam berbagai transaksi ilegal dan mendukung hubungan antara pejabat Rusia dan Pyongyang. Ketiga orang tersebut bertugas sebagai perwakilan utama DPRK Foreign Trade Bank di Vladivostok di Rusia.
Jaringan Kripto Korea Utara Mencuci Lebih dari $3 Miliar
Sanksi terbaru ini mengikuti serangkaian tindakan serupa terhadap entitas yang berbasis di Uni Emirat Arab yang mencuci jutaan dolar hasil dari peretasan oleh pekerja IT dan kejahatan dunia maya atas nama pemerintah Korea Utara.
Dalam tiga tahun terakhir, mereka telah mencuri lebih dari $3 miliar yang sebagian besar dalam bentuk kriptokurensi. Mereka menggunakan teknik peretasan seperti malware dan rekayasa sosial untuk mendapatkan akses ke dana tersebut.
1/ Recently a team reached out to me for assistance after $1.3M was stolen from the treasury after malicious code had been pushed.
— ZachXBT (@zachxbt) August 15, 2024
Unbeknownst to the team they had hired multiple DPRK IT workers as devs who were using fake identities.
I then uncovered 25+ crypto projects with… pic.twitter.com/W7SgY97Rd8
Pekerja IT yang dipekerjakan oleh Korea Utara menghasilkan ratusan juta dolar setiap tahunnya dengan terlibat dalam pekerjaan pengembangan IT. Mereka menggunakan identitas palsu atau curian saat mencari kontrak pekerjaan dan membuat akun di situs kerja lepas. Dalam beberapa kasus, mereka bekerja sama dengan programer asing, berbagi proyek yang awalnya mendapatkan kontrak kerja dan membagi hasilnya.
Kesimpulan
Sanksi ini menggambarkan upaya AS untuk mengisolasi Korea Utara dari akses ke sistem keuangan global. Upaya lainnya adalah menekan pendanaan yang digunakan untuk program nuklir dan rudal di Korea Utara.
Penggunaan kriptokurensi sebagai sarana pencucian uang menyoroti peran kripto dalam kegiatan ilegal global dan semakin memperkuat pentingnya regulasi di pasar kripto internasional. Penerapan sanksi ini menjadi pesan jelas bagi para peretas lainnya untuk menghindari keterlibatan dengan entitas yang berafiliasi dengan Pyongyang.
Namun, dengan mengandalkan teknologi blockchain yang terdesentralisasi, keberhasilan upaya pengawasan ini tetap tergantung pada kerjasama internasional yang lebih luas dalam memerangi pencucian uang berbasis kripto.























